Ketidakpastian Hukum Ancam Dunia Usaha, Diskusi Publik NGG Jakarta Soroti Regulasi yang Jelas

Gemilang Business Forum sekaligus buka bersama pada kamis (20/3/2025) di Harper Hotel Jakarta.

Jakarta – Kepastian hukum menjadi faktor krusial dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif dan berkelanjutan. Namun, di Indonesia, regulasi yang kerap berubah-ubah dan ketidakjelasan kebijakan masih menjadi kendala utama bagi pelaku usaha, terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Dalam forum diskusi Gemilang Business Forum yang digelar oleh Komunitas Pemberdayaan Nusantara Gilang Gemilang (NGG) Jakarta pada Kamis (20/3/2025) di Harper Hotel Jakarta, para pakar dan pemangku kepentingan menyoroti pentingnya kepastian hukum sebagai fondasi utama dalam membangun ekonomi nasional.

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari, menegaskan bahwa tanpa regulasi yang jelas dan stabil, dunia usaha akan terus menghadapi tantangan besar dalam berkembang dan berkontribusi terhadap perekonomian.

“Salah satu yang dibutuhkan oleh dunia usaha hari ini adalah adanya kepastian hukum dan regulasi, agar bisa menjadi bagian yang turut menggerakkan kedaulatan ekonomi bangsa,” ujar Feri.

Menurutnya, ketidakpastian hukum menyebabkan banyak pengusaha ragu dalam mengambil keputusan strategis. Tidak sedikit pelaku usaha yang mengalami kerugian akibat regulasi yang berubah secara mendadak, tanpa adanya sosialisasi atau masa transisi yang memadai.

Dampak Ketidakpastian Hukum bagi Dunia Usaha

Dalam diskusi yang dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai sektor usaha, isu ketidakpastian hukum menjadi perhatian utama. Banyak pelaku usaha yang merasa bahwa regulasi yang ada sering kali lebih menghambat daripada membantu.

Peneliti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Ahmad Karim, mengungkapkan bahwa kepastian hukum merupakan salah satu elemen kunci dalam menciptakan kelas menengah yang kuat. Sayangnya, di Indonesia, masih banyak aturan yang tumpang tindih dan kurang selaras dengan kebutuhan dunia usaha.

Coach Dr. Fahmi, yang menjadi salah satu pembicara dalam forum ini, menyinggung gagasan Al-Farabi tentang negara ideal (Al-Madinah Al-Fadhilah)

“Kelas menengah kita hanya 13%, bahkan mengalami penurunan. Padahal, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, kita membutuhkan setidaknya 85% kelas menengah yang kuat dan mandiri. Tanpa kepastian hukum, sulit bagi mereka untuk berkembang,” jelas Ahmad Karim.

Banyaknya regulasi yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi kendala bagi pengusaha. Tidak jarang aturan yang diterapkan di satu daerah bertentangan dengan kebijakan nasional, sehingga menciptakan ketidakpastian yang merugikan pelaku usaha.

Pelaku Usaha Butuh Regulasi yang Transparan dan Progresif

Anggota DPR RI, Mardani Alisera, turut menyoroti permasalahan ini dengan menegaskan bahwa kebijakan yang inkonsisten hanya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

“Kehadiran Komunitas NGG bisa menjadi motor penggerak perubahan ekonomi di kelas menengah, meski di sisi lain kebijakan pemerintah kurang berpihak bagi kelas menengah di negara kita,” tegas Mardani.

Menurutnya, pemerintah harus lebih serius dalam menciptakan regulasi yang tidak hanya transparan, tetapi juga progresif dan berpihak pada pelaku usaha, khususnya UMKM. Tanpa hal tersebut, ketimpangan ekonomi akan semakin melebar, dan potensi pertumbuhan kelas menengah akan sulit tercapai.

Presiden NGG, Puguh Wiji Pamungkas, juga menekankan bahwa kepastian hukum harus menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional. Ia menegaskan bahwa komunitas seperti NGG hadir untuk membantu dunia usaha tetap bertahan dan berkembang di tengah berbagai tantangan.

“Kita lebih memilih menyalakan lilin harapan dibandingkan mengutuk kegelapan malam. Kita lebih memilih berbuat dan berkontribusi dengan apa yang kita bisa untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi bangsa, dibandingkan hanya menyalahkan keadaan,” kata Puguh.

***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *